PENTINGNYA
PENDIDIKAN DEMOKRASI DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT SIPIL (Civil Society)
Kehidupan demokrasi di Indonesia belum seperti
yang diharapkan, banyak timbul persoalan-persoalan yang menyangkut pelanggaran
HAM, nilai egalitarian belum tersosialisasikan, kebenaran diputar balikkan dan
terjadi mafia peradilan. Kondisi bangsa semakin terpuruk, pejabat mementingkan
dirinya sendiri, timbul kelompok-kelompok partisan yang sulit dikontrol
pemerintah dan reformasi tidak memberi perubahan yang signifikan untuk
kemakmuran rakyat, segala hal carut-marut yang bersumber dalam kehidupan yang
tidak demokratis. Dalam kondisi di atas sangat diperlukan pendidikan demokrasi
yang diharapkan dapat memberikan solusi pemecahan segala persoalan berbangsa
dan bernegara sekaligus memberi pencerahan dengan adanya partisipasi masyarakat
secacara nyata.
Secara esensial pendidikan demokrasi adalah untuk melahirkan
"budaya demokrasi baru " dalam kerangka untuk mewujudkan tatanan
demokrasi yang ideal. Demokrasi tidak sekedar dari rakyat, oleh rakyat untuk
rakyat atau keterlibatan langsung rakyat dalam mengambil keputusan politik,
namun lebih dari itu. Demokrasi di dalamnya menyangkut kondisi yang kondusif
untuk mensosialisasikan pendidikan nilainilai yang menjadi harapan dan dambaan.
Oleh karena itu demokrasi tidak hanya merujuk pada kondisi realitas tatanan
atau sistem yang sudah ada, pendidikan demokrasi harus mampu melakukan
inovasi-inovasi yang baru untuk kemajuan demokrasi. Pendidikan demokrasi dalam
arti lebih spesifik dapat diartikan sebagai usaha secara sadar untuk mengubah
proses sosialisasi demokrasi dalam masyarakat sehingga mereka betul-betul
memahami sistem demokrasi yang ideal dan hendak diwujudkan (Nasiwan, 24: 6).
Menurut Sosolog Universitas Erlangga, Hotman M Siahaan kultur demokrasi bagi
bangsa Indonesia belum terbangun sehingga pemerintah harus berani mengambil 2
trobosan melalui pendidikan demokrasi. Hal ini dapat dibuktikan dengan maraknya
aksi buruh atau protes mahasiswa yang berakhir dengan bentrokan fisik.
Diskursus demokrasi tidak muncul, pada hal semestinya demokrasi
menciptakan konsensus dialog antara pemerintah dan rakyat. Namun wacana itu
tidak muncul meskipun pemerintah telah berusaha mewujudkannya. Kondisi ini
diperparah dengan berbagai kebijakan yang tidak memihak pada kepentingan rakyat
seperti kenaikan harga bahan bakar minyak.. Pemerintah harus berani bersikap
tegas dan cepat untuk menyelematkan krisis ekonomi serta membangun kebijakan
yang komperhensif demi kepentingan pengembangan demokrasi di Indonesia
Kebijakan pemerintah tidak demokratis yang berorientasi pada
kepentingan penguasa sudah tentu berdampak pada gejala terjadinya konflik,
ketidak jujuran, rendahnya budaya malu, KKN, bahkan pada nasionalisme yang
rendah. Kebijakan demokrasi harus memiliki nilai manfaat, keadilan dan
kebebasan, kemakmuran bagi masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu
rekayasa sosial dalam bentuk kebijakan dalam membentuk watak bangsa melalui
pendidikan demokrasi.
Pendidikan Demokrasi Pendidikan demokrasi pada hakekatnya membimbing
peserta didik agar semakin dewasa dalam berdemokrasi dengan cara
mensosialisasikan nilai-nilai demokrasi, agar perilakunya mencerminkan
kehidupan yang demokratis. Dalam pendidikan demokrasi ada dua hal yang harus
ditekankan, demokrasi sebagai konsep dan demokrasi sebagai praksis. Sebagai
konsep berbicara mengenai arti, makna dan sikap perilaku yang tergolong
demokratis, sedang sebagai praksis sesungguhnya demokrasi 3 sudah menjadi
sistem. Sebagai suatu sistem kinerja demokrasi terikat suatu peraturan main
tertentu, apabila dalam sistem itu ada orang yang tidak mentaati aturan main
yang telah disepakati bersama, maka aktiviatas itu akan merusak demokrasi dan
menjadi anti demokrasi (Sunarso, 2004: 3). Tugas seorang pendidik adalah
mensosialisasikan dua tataran tersebut dalam konsep dan fraksisnya, sehingga
peserta didik memahami dan ikut terlibat dalam kehidupan demokrasi.
Dalam mensosialisasikan nilai demokrasi perlu adanya komitment para
elit politik, tokoh masyarakat, guru, stake holders pendidikan demokrasi, dan
seluruh masyarakat. Sosialisasi Pendidikan demokrasi harus memperhatikan
prinsip-prinsip antara lain:
“Pendidikan demokrasi adalah suatu proses,
pendekatan yang digunakan secara komperhensip, pendidikan ini hendaknya
dilakukan secara kondusif baik di lingkungan sekolah, rumah dan masyarakat,
semua partisan dan komunitas terlibat di dalamnya. Pelatihan pendidikan
demokrasi perlu diadakan bagi kepala sekolah, guru-guru, murid-murid, orang tua
murid, dan komunitas pemimpin yang merupakan esensial utama. Perlu perhatian
terhadap latar belakang murid yang terlibat dalam proses kehidupan demokrasi.
Perhatian demokrasi harus berlangsung cukup lama, dan pembelajaran demokrasi
harus diintegrasikan dalam kurikulum secara praksis di sekolah dan masyarakat
(Setyo Raharjo, 2002; 28).
Pendidikan demokrasi harus
direncanakan secara matang oleh stake holders baik para pakar demokrasi sebagai
think-thank, kepala sekolah, guru-guru, orang tua murid, tokoh agama dan tokoh
masyarakat. Pendidikan demokrasi ini harus memperhatiak nilainilai secara holistik
dan uiniversal. Keberhasilan pendidikan demokrasi dengan keluaran menghasilkan
peserta didik yang memiliki kompetensi personal dan kompetensi sosial yang
demokratis dan dinamis sehingga menghasilkan warga negara yang baik
Dengan adanya benih demokrasi
yang sudah disemaikan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat diharapkan setiap
personal dapat mempraktikkan demokrasi dalam totalitas kehidupan bermasyarakat
dan berbangsa. Modal demokrasi yang sudah ada dalam personal merupakan lahan
yang subur bagi generasi penerus untuk mewujudkan kehidupan bersama dalam
mewujudkan masyarakat sipil (civil society). Terlebih lagi dalam pembelajaran
dan sosialisasi pendidikan demokrasi dapat dimanfaatkan konsep 5 learning to do, learning to be, learning
to now, learning to live together.
Apalagi apabila guru, orang tua
murid, pemuka agama, pemuka masyarakat, elit politik, dan pejabat memiliki
komitment yang tinggi untuk mewujudkan masyarakt yang demokratis dengan konsep “Ingarso sung tuladho, Ing madyo mangun
karso, Ttut wuri handayani” .
Konsep Masyarakat Spil (Civil Sosiety) Dalam
Koridor Demokrasi
Civil Society atau masyarakat
sipil dalam bahasan ilmu sosial dimaknai sebagai konsep yang berkaitan dan
dipertentangkan dengan “masyarakt politik” yang secara umum dipahami sebagai
negara. Konsep ini pertama kali timbul di Erapa Barat pada jaman Enlightment.
Konsep masyarakat sipil dapat dilacak pemikiran tokoh humaniora seperti Hobbes,
Locke, Montesquie, Roousseau. Civil Society dipahami sebagai kawasan privat
yang dipertentangkan dengan kawasan publik. Pemikiran ini mengubah wacana civil
society sebagai diskurs pemikiran kristis terhadap kapitalisme.
Masyarakat sipil adalah masyarakat dimana hak dan kewajiban dihargai
dan dijunjung tinggi, sehingga tercipta masyarakat yang damai, adil dan
berbudaya dengan ciri-cirinya sebagai berikut:
“1. Mengakui keanekaragaman
budaya yang merupakan pengembangan identitas bangsa,
2. Pentingnya saling
pengertian antar sesama anggota masyarakat dan memiliki tolerasni yang tinggi.
3. Perlunya lembaga sosialisasi nilai-nilai
demokrasi dan kepastian hukum (Istiqomah, 2003; 10). Prof. Dr. Udin SW
menyatakan bahwa dalam demokrasi untuk mewujudkan masyarakat sipil berlaku
adigium “Democracy is not inherrited but is learned” . Demorasi bukan hal yang
diturunkan tetapi harus diajarkan. Oleh karena itu pendidikan demokrasi harus
diajarkan kepada peserta didik. Perkembangan demokrasi disebuah negara
dipengaruhi oleh:
“1.Tingkat perkembangan ekonomi,
2. Kesadaran identitas nasional,
3. Pengalaman sejarah,
4. Civic culture (Udin, SW.,
2006: 2). Sedang menurut Denny dalam “Terancamnya Konsolidasi Demokrasi” ada
tiga variabel utama dalam mewujudkan demokrasi:
“1. Pertumbuhan ekonomi, jika
ekonomi suatu negara tidak tumbuhan maka negara itu tidak akan mencapai
demokrasi,
2. Variabel kedua yang
mempengaruhi konsolidasi demokrasi adalah kultur liberal; yaitu nilai-nilai
egalitarian terlepas dari isu SARA dan jender,
3. Kesepakatan elit, yaitu tentang kesepakatan aturan main dalam
kehidupan politik (Denny, 2006: 16).
Negara demokrasi untuk
mewujudkan masyarakat sipil perumusannya disesuaikan dengan tuntutan jaman.
Oleh karena itu konsep rule of low (negara hukum) 7 yang direvisi ahli hukum
internasional merumuskan pemerintah demokratis memiliki kriteria sebagai
berikut:
“Perlindungan konstitusional, badan kehakiman yang bebas, pemilu yang
bebas, kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan beroposisi, pendidikan
kewarganegaraan, sedang nilai-nilai demokrasi yang harus ada menurut Mayo;
penyelesaian konflik secara damai dan melembaga, menjamin perubahan secara
damai, penyelenggaraan pergantian pemimpin secara teratur, membatasi pemakaian
kekerasan, mengaggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat dan menjamin
tegaknya keadilan (Sunarso, 2004: 37).
Nilai-nilai tersebut di atas
harus disosialisasikan melalui pendidikan formal di sekolah dasar khususnya
bagi generasi penerus, dan diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa,
bernegara.